KOTA BEKASI, CerminDemokrasi.com – Pada prinsipnya seorang Plt. Walikota/Bupati tidak dapat atau dilarang mengambil, membuat tindakan dan kebijakan bersifat strategis yang akan berdampak kepada jalannya roda Pemerintahan.
Hal ini sesuai dengan yang tertera didalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Admnistrasi Pemerintahan, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Pemerintahan Daerah dan Pasal 132a ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2008 Tentang pemilihan, pengesahan, pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah dan wakil kepala daerah seperti diantaranya merotasi, mengangkat, memberhentikan pejabat daerah dibawahnya, membuat peraturan kepala daerah (Perwal/Perbup), membuat keputusan walikota/bupati (Kepwal/Kepbup), merubah APBD yang telah ditetapkan dan disetujui oleh kepala daerah definitif dan DPRD Kota/Kabupaten.
Larangan diatas dikecualikan kepada Pejabat Pelaksana Teknis (Plt) Kepala Daerah guna mempermudah melanjutkan pelaksanaan kepemimpinan Daerah sebelumnya sesuai dengan Pasal 132 a ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2008 dengan syarat harus terlebih dahulu mendapatkan Persetujuan Tertulis dari Menteri Dalam Negeri dan hasil musyawarah dengan DPRD Kota/Kabupaten.
Namun secara realitanya aturan-aturan atau regulasi diatas, baik berupa pelarangan maupun pengecualian atas wewenang yang diberikan kepada seorang Pelaksana Tugas Teknis (Plt) Kepala Daerah, diduga telah terbukti dilanggar oleh Plt. Walikota Bekasi.
Hal tersebut diduga terjadi saat Plt. Walikota Bekasi telah membuat beberapa Kebijakan dan Keputusan strategis yang diduga tanpa adanya Persetujuan Tertulis dari Menteri Dalam Negeri dan hasil musyawarah dengan DPRD Kota Bekasi, sesuai dengan Pasal 132 a ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2008, yaitu seperti :
1.) Keputusan Plt. Walikota Tentang Rotasi Mutasi 72 Pejabat Eselon 2, 3 dan 4 Kota Bekasi.
2,) Mengangkat dan memberhentikan beberapa Direksi BUMD/PERUMDA Kota Bekasi Tahun 2021 dan 2022 terakhir ini.
“Jelas hal ini terbukti bahwasanya Plt. Walikota Bekasi telah melanggar hukum atau ‘tabrak regulasi’ serta telah mengkangkangi kebijakan Menteri Dalam Negeri dan DPRD Kota Bekasi selaku Lembaga Sah Negara, sesuai yang diamanatkan didalam Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2008 Pasal 132 a ayat (2),” tegas Ketum ARB, Abdul Latief, A.Md.
“Kami menduga Kebijakan dan Keputusan yang dikeluarkan Plt. Walikota Bekasi syarat akan kepentingan Golongan dan politik, dan bukan demi kepentingan masyarakat Kota Bekasi, maka berdasarkan Pasal 80 ayat (3) huruf b Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014, perbuatan Plt. Walikota Bekasi termasuk kedalam tindakan hukum administrasi berat karena dilakukan dengan sengaja dan berkali-kali, sehingga kami dengan tegas meminta Plt. Walikota Bekasi mendapatkan sanksi Administratif yakni berupa Pemberhentian Tetap dengan dan/atau tanpa Memperoleh Hak Keuangan dan Fasilitas lain, dan yang berhak melakukan sanksi tersebut adalah seorang Gubernur berdasarkan rekomendasi dari KEMENDAGRI,” ungkap Ketum ARB, Abdul Latief, A.Md.
“Guna realisasi sebuah penghormatan atas supremasi hukum atas konsekuensi kepada para oknum pejabat yang telah terbukti melanggar hukum dan ketetapan regulasi, maka kami Koalisi Rakyat Usut Pejabat Bekasi (KORUPSI) akan melakukan aksi JILID 2 kami ke KEMENDAGRI tanggal 11 Januari 2023 dan dilanjutkan pada aksi JILID 3 ke Kantor GUBERNUR JAWA BARAT minggu depan sebagai bentuk keseriusan kami mengawal kasus ini hingga teralisasi apa yang menjadi tuntutan kami, Dalam aksi kami nanti, kami mendesak agar kedua lembaga tersebut untuk segera merealisasikan apa yang sudah menjadi sebuah ketetapan hukum yang bersifat mengikat dan absolut, serta sebagai mimpi buruk bagi para pejabat lainnya yang mencoba ingin menyalahgunakan kewenangannya di kemudian hari,” terang Ketum ARB, Abdul Latief, A.Md.
“Dan untuk DPRD Kota Bekasi, sebagai lembaga yang terbukti telah dikangkangi, kami berharap jangan hanya bisa diam tanpa reaksi apapun, kami sangat malu jika memiliki wakil rakyat yang terbukti hanya diam padahal sudah jelas di kangkangi dan juga pada aksi kami minggu lalu ke DPRD Kota Bekasi sudah menghasilkan Surat Pernyataan bersama antara kami Koalisi Rakyat Usut Pejabat Bekasi (KORUPSI) dengan Komisi 1 DPRD Kota Bekasi, jadi tinggal di tanda tangani Ketua DPRD Kota Bekasi yang belum. Agar surat pernyataan bersama itu dapat dikirim ke Mendagri, namun jika ternyata memang terbukti Ketua DPRD Kota Bekasi tidak mau tanda tangani, maka kami akan kembali aksi ke DPRD Kota Bekasi untuk meminta Ketua DPRD Kota Bekasi tersebut untuk mundur dari jabatannya, karena diduga kuat ada kongkalikong antara kedua pemimpin tersebut (Ketua DPRD & Plt. Walikota Bekasi), dan kami tidak main-main akan ucapan kami ini,” pungkas Ketum ARB, Abdul Latief, A.Md dengan tegas.
(RJT / Press Release Koalisi Rakyat Usut Pejabat Bekasi – KORUPSI)